Terlahir sebagai seorang lelaki yang memiliki jiwa kejantanan untuk bertarung, maka sayapun pernah berkelahi atau duel. Jiga Cowboy wae.

Menitik beratkan kata pernah itu berarti jarang sekali saya berkelahi. Pertama mungkin saya tidak pernah mencari gara-gara. For example kalo sedang nonton Band dimana orang berjoged tah pernah saya usik. Keduanya saya jarang diganggu orang. Myngkin orang-orang kasihan kali ngelihat saya. Yang lebih utama lagi sih mungkin saya seorang yang penakut, makanya orangpun nggan mengajak saya berantem.

Awal sebuah dari perkelahian itu biasanya dari olok menolok atau menyinggungnya perasaan seseorang. Dan bagi seorang lelaki tidaklah pantas untuk banyak berkata-kata dimana biasanya diakhiri dengan jotos menjotos.

Permasalahan sayapun demikian, yang akhirnya diputuskan untuk duel . Lawan saya adalah tetangga baru. Badannya lebih besar dari saya, bertubuh kekar hampir gendut. Dari segi berjalanpun tiadalah goyah.

Kami berdua memutuskan mencari tempat yang sepi, kami berdua pergi meninggalkan teman-teman sepermainan yang lain – teman sepermainan dirumah – dan waktu itu kami masih berseragam celana pendek biru alias SMP ,

Dari daerah Pangampaan, kami menyusur jalan Ciateul kemudian menuju jalan Sawah Kurung, kemudian jalan Srimahi, hingga akhirnya sampai didaerah jalan Sriwijaya. Dimana rumahnya sudah jarang-jarang karena masih banyaknya kolam dan lapangan rerumputan, Suasananya begitu sepi.

Kami berhenti diujung jalan terakhir dimana disitu ada sebuah rumah. namun suasana masih belum tenang karena masih ada saksim dalam artian ada sipemilik rumah sedang menutup pintu pagar maka kamipun menunggu si Em[unya itu masuk dulu kedalam rumahnya.

Baru setelah masuk, kami berdua langsung memberi tanda bahwa perkelahian bisa dimulai. Masing-masing siap dengan jurusnya. Dia mulai menyerang maju. Saya mundur dan maju dengan cepat. Namun saya tidak memukul hanya menarik kemejanya tepat didadanya membuat beberapa kancing kemejanya terlepas alias copot amburasut.

Melihat kancing kemejanya terlepas. Dia jadi gusar dan mulai maju menyerang saya menghujamkan pukulan bagai Mike Tyson. Saya bertahan dengan tangan menutup muka. Ada terasa kepalannya mengenai pelipis mata kanan saya. Saya merasakan pusing. Dan sayapun mundur. Kini otak saya berpikir, kulihat ada batu bata ditanah, segera saya ambil dan langsung menghampirinya. Namun si lawan saya itu spontan mengucapkan kata maaf.

Dalam hati, sayapun tak ingin menlanjutkan pertarungan ini, maka kubuang kembali batu bata itu, dan akhirnya kami berdua bersalaman – berpelukan – kayak Teletubbies aja.

Kami berdua pulang. Pertandingan telah usai, tanpa seorangpun jadi pemenang, sebaliknya kami berdua sama-sama kalah. Kawan saya bajunya sobek, sedang mata saya nyut-nyutan karena kena pukul . Namun hikmah dari semua itu persahabatan kami semakin kental. Perlu diingat tidak selalu harus dengan perkelahian menjadikan persahabatan itu semakin akrab – banyak cara – mungkin jalan saya harus seperti ini. So, buat Imam, I’d like to saya, I love you and miss you so much …..!!!!!