.Dengan adanya peristiwa yang menimpa istriku, dimana saya harus memutuskan menyuruh Istriku untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya Bangka. Island.
Ini berarti membuat Kami kehilangan pendapatan yang mana selama ini, sejak musibah peristiwa saya tahun 2006, Kami mengandalkan keuangan Istri saya atau hidup dari gaji Istri saya.

With the things that happen to my wife, where I have to tell my wife decided to stop working and return to his hometown of Bangka. Island. It means to make us lose the income which over the years, ever since my disaster events in 2006, we rely on my wife’s financial or living from paycheck my wife.

Dengan tidak punyanya penghasilan maka kami memutuskan untuk menjual harta Kami yang ada untuk bisa tetap bertahan hidup, dan mungkin rumah adalah harta Kami yang terakhir dijual atau mungkin karena menjual rumah itu gampang-gampang susah. Bagi Kami sendiri terbukti ada pembelinya setelah Kami tinggal di Pulau Bangka tahun 2008. Atau mungkin ini adalah ketetapan ALLAH yang terbaik bagi Kami.

With no income hers so we decided to sell the property to us that there can remain alive, and perhaps the house is the last property we sold or may sell the house because of tricky. For we alone have proven to buyers after we stayed in Bangka Island in 2008. Or maybe this is the best GOD provisions for us.

Rumah Kami ini adalah rumah agunan bank. Dimana setiap bulannya Kami harus mengangsur sebesar Rp. 600.000,- yang Kami mulai angsur sejak tahun 2003, kemudian mengalami kemacetan ditahun 2007 setelah saya mengalami musibah atau cobaan hidup. Karena tidaklah mungkin gaji Istri saya yang tidak begitu besar harus menutup angsuran rumah sebesar itu, karena gaji itu hanyalah cukup untuk hidup sehari-hari Kami. Memang sih Istri saya sudah bekerja 10 tahun diperusahaan ini, namun untuk urusan gaji ya seperti inilah.

Our house is home to the bank collateral. Where every month we must make as much as Rp. 600.000, – that we begin to gradually since 2003, then experienced congestion ditahun 2007 after I suffered misfortune or difficult life. Because it is impossible to pay my wife is not so much have to close that big house installment, because the salary was just enough for everyday life we are. It’s my wife has worked 10 years diperusahaan this, but yes to salary matters like this.

Akan rumah Kami ini sendiri sebetulnya Kami sudah pasrah. Mau dicicil uang darimana. Untuk hidup sehari-haripun Kami tidaklah punya. Dan jika Bank mau melelang dengan ancaman kalau dilelang saya tidak akan dapat apa-apa. Mangga teh teuing. Terserah. It,s up to you. Kami sudah menganggapnya tidak ada. Lieur…..!!!!

. house itself is in fact we already resigned. Where the money would be repaid. For everyday life too We have not got. And if the bank would auction off the threats if I auctioned will not get anything. Mangga teh teuing. Whatever. It, s up to you. We have not considered. Lieur … ..!!!!

Pikiran Kami pada waktu itu benar-benar kacau. Peristiwa yang menimpa Kami melalui Istri saya benar-benar berat, namun ALHAMDULILLAH ALLAH tidak menutup pikiran jernih Kami dan masih memberikan kekuatan kepada Kami.

Our thoughts at that time really messed up. Things that happen to us through my wife is really heavy, but Praise GOD do not close your mind clear and still gives us strength to us.

Disela kegalauan dan kekalutan, saya masih bisa berpikir. Jangan bercerai berai. Suka dan duka haruslah tetap bersama. Tidakah kebahagiaan itu masih dimiliki.

Interrupted turmoil and confusion, I still can think. Do not get divorced apart. Love and grief must remain together. Not whether it still owned happiness.

Saya, Istri dan dua anak saya yang masih kecil bersama-sama memulai hidup baru dari awal di Pulau Bangka kelahiran Istri saya ini. Dimana saya yang asli orang Sunda juga kedua anak saya yang besar di kota Bandung harus menyesuaikan dengan lingkungan baru terutama didalam hal makanan.

Me. My wife and our two children who were little together to start a new life from scratch in Bangka Island was the birth of my wife. Where is my original Sundanese people are also my children growing up in the city of Bandung had to adjust to the new environment, especially in terms of food.

ALHAMDULILLAH YAA ALLAH, Engkau tetap mempersatukan Kami didalam suka dan duka, dan Engkau berikan Kami kekuatan didalam menghadapinya. ALLAHU AKBAR….! ALLAHU AKBAR….! ALLAHU AKBAR…..!

ALHAMDULILLAH YAA ALLAH,, you still unite us in joy and sorrow, and you gave us strength in the face. ALLAHU AKBAR ….! ALLAHU AKBAR ….! ALLAHU AKBAR …..!