Sebagai Pelajar tentu Sayapun pernah berbuat nakal. Inipun datangnya bukan dari hati saya melainkan dari bisikan teman.

Waktu itu saya duduk dibangku SMPN 3 BANDUNG, dimana kawan saya mengatakan, “pake saja uang iuran sekolah!”. Tidak pernah terbersit sebelumnya kalo saya akan membelanjakan uang iuran ini. Selain itu saya juga tidak tahu uang itu mau dibelanjakan apa. Memang sih uang jajan saya sedikit, karena saya dibesarkan oleh gaji pensiun purnawirawan yang tidak seberapa untuk seorang berpangkat letnan. Dan selain itu juga saya memang orang yang tidak pernah neko – neko atau berlebihan, berbuat diluar kemampuan. Namun kenapa akhirnya itu saya lakukan. Ya, saya membelanjakan uang iuran sekolah itu. Saya lupa lagi dibelikan apa. Yang pasti dipakai hal yang benar. Membeli jajanan atau makanan kebiasaan orang orang berada. Makanan yang jarang dijumpai dirumah. Jadi tidak untuk membeli rokok atau yang lainnya, karena kebetulan pada saat itu saya belumlah merokok.

Karena uang jajan relative kecil, sehingga walau dikumpul sebulanpun itu tidak akan cukup, dan entah kenapa iuran berikutnyapun dipakai kembali. Mungkin sudah menjadi suatu dorongan keharusan, akibatnya dua bulan saya menunggak iuran sekolah. Alhasil , rapot saya ditahan, badan saya gemeter, bagaimana pulang. Pasti saya kena marah besar setidaknya hukuman fisik. Biasanya hukuman tersebut tamparan tangan dipaha, kalau tidak ditawarkannya satu pilihan, dijepret dengan satu batang sapu lidi atau seikat sapu lidi. Hukuman ini sering saya terima saat duduk dibangku Sekolah Dasar. Semenjak Sekolah Menengah Pertama tidak pernah lagi.

Pada intinya selain takut kena marah dan hukuman, juga saya merasa malu. Udah diurus disekolahin eh tak yahu diri. Akhirnya satu jalan saya adalan tidak pulang kerumah. Lalu saya mau kemana? Eh ada kawan main yang baik. Dia mengajak saya tidur dirumahnya. Pada waktu itu adalah Bulan Suci Ramadan. Kejadian ini terjadi kurang lebih 24 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1983 dihitung tahun sekarang 2011.

Dua malam saya tidak pulang. Tidur dan makan dirumah temanku itu – namanya Imam – dia jugalah dulu yang pernah berantem denganku (baca ; DUEL). Dihari ketiga dipagi hari disaat saya sedang kumpul dengan kawan – kawan ditempat nongkrong didepan rumah Agung, tiba – tiba Kakekku muncul, langsung memintaku pulang. Aku diam mengikuti perintahnya. Dan sesampainya dirumah dia menyuruhku mandi. Itu langsung kukerjakan tanpa berusaha menolak. Selesainya, aku tidak dimarah atau diinterogasinya (kakekku tampak sudah tahu permasalahan ntah dari siapa, dia juga tampak tak mau tahu kenapa mengapa). Aku hanya ditanya, “puasa tidak?”. “puasa,” jawabku. Entahlah apa karena ini bulan cuci Ramadan sehingga rang Tuaku tak marah, yang jelas aku nerasa senang karena tidak diapa – apain, lebih dari itu saya senang bisa kembali kerumah, kembali bersama orang yang menyayangi saya, yang perduli terhadap saya. Ya, seandainya tidak ada mereka (kakek dan nenek), mungkin saya tidak akan menjadi seperti sekarang ini.

“kakek, nenek, maafkan kelakuan saya itu. Waktu itu saya hanyalah seorang anak kecil yang belum begitu mengerti tentang itu dan ini. YA ALLAH, balaslah segala kebaikan, keperdulian kasih sayang kakek nenek yang diberikan kepada saya sampai dihari hari terakhirnya disaat mereka sakitpun masih menunjukan rasa sayangnya. YA ALLAH ampunilah juga saya yang senantiasa mengabaikan keperdulian kasih sayang orang. Ampunilan saya yang tidak tahu berterima-kasih kepada orang. Ampunilah YA ALLAH….! Astaghfirullah, astaghfirullah, astagfirullah, YAA ROHMAN YAA ROHIM….! Amin……!!!!